Minggu, 31 Maret 2013

Jogja Istimewa - Menjual Kepuasan

Masih mengambil hikmah perjalanan ke Jogja - kota istimewa - tanggal 24 Maret 2013. Jika sebelumnya tentang keajaiban do'a, di catatan perjalanan kali ini saya ingin meninggalkan jejak kesan bagaimana PO - Perusahaan Otobus - menjual kepuasan pelanggannya. Bukan karena baru pertama kali naik bus, bukan juga karena dititipin orang PO suruh ng-iklan lhooo....

Ko' harus menjual kepuasan? Apakah ngga' ada judul lain yang lebih nyaman di telinga atau enak dibaca, service/pelayanan pelanggan misalnya? Terserah saya dong, kan saya yang nulis.... hehe

Pembeli adalah raja. Mantra lawas pembeli/pelanggan untuk nagih minta dipuaskan. Bagaimana jika kita sedang berada di posisi penjual? Otomatis tanpa konggres luar biasa maupun pemilu, dengan ikhlas dan tawadu' harus mau menyandang jabatan "kacung" - pelayan -, sudah hukumnya harus seperti itu ngga' perlu menggerutu/nggrundhel. Bahkan jika proses pelantikan raja dan "kacung-otomatis" itu tidak berjalan, maka proses jual beli yang ideal tidak akan terjadi. Akibatnya hanya jual putus tanpa ada kelanjutan, tanpa mendatangkan referensi dan reputasi, apalagi repeat order. Lha raja yang butuh kepuasan ngga' mendapatkan pelayanan yang bisa bikin kangen pengen balik lagi to? So, mending jadi "kacung" apa dagangan ngga' laku?

Sepertinya teori raja vs "kacung" itu dipahami betul oleh management Biro Perjalanan Umum Rosalia Indah. Sekali lagi, ini bukan iklan lhooo....

Ta' cerita dulu, silahkan benchmark dengan pelayanan PO atau BPU se-level yang pernah sampeyan rasakan selama ini. Jika belum pernah merasakan perjalanan antar kota antar provinsi seperti ini, mari visualisasikan di alam bayangan....



Alkisah, berawal dari proses menunggu keberangkatan di agen perjalanan yang katanya membosankan. Sebelum bus yang akan mengantarkan saya ke Jogja istimewa datang, bus dengan nomor lambung lain - begitu istilah mereka - datang lebih dulu. Dari materi konsolidasi yang saya curi dengar tanpa alat penyadap, ternyata ada 1 penumpang belum datang. Bus datang 10 menit lebih awal, penumpang ini telat 20 menit dari jadwal yang di ticket tercetak "cek-in 30 menit sebelum jam berangkat". Dengan rute macetnya Jakarta-Bekasi, bus bisa datang kecepetan??? "Kacung" yang disiplin bukan?

Bagaimana dengan penumpang yang belum datang? Sambil keringetan, memainkan nada fals Symphony Number Five Beethoven dengan alat musik sempritan - peluit - juru parkir expert melaksanakan tugas profesionalnya mengatur bus untuk mundur menempati area parkir yang hanya cukup untuk 1 kendaraan bongsor ini. Penumpang yang terlambat dari jadwal check in ditunggu, dihubungi via HP pula!!! Benar-benar diperlakukan seperti raja.

Tak lama kemudian, petugas dengan suara berkharisma layaknya MC Take Me Out Indonesia Choky Sitohang menginformasikan bahwa bus dengan nomer lambung 368 sudah datang, ini agen bus apa kapal sih? Lihat jam tangan jarum panjang mengarah sebelum angka 6 sementara jarum pendek antara angka 3 dan 4. Sekali lagi, "kacung" ini layak mendapatkan predikat disiplin. 

Sambil berjalan, di dekat pintu masuk bus seorang bapak-bapak setengah baya dengan seragam warna pink - atau merah marun ya? - menyapa dengan ramah, "Mas, saya shalat ashar dulu ya".

Semakin nyaman ketika beberapa jam yang akan datang saya harus menyerahkan sebagian nasib keselamatan dalam perjalanan kepada driver yang tetap menyisihkan waktunya untuk kebutuhan menghadap kepada Yang Maha Memberi Keselamatan di sela jam kerjanya.

Dalam perjalanan, assisten driver - kenek - melaksanakan tugasnya menanyakan akan turun dimana dengan ramah - lha baru jalan ko' sudah disuruh turun? -, menawarkan selimut, membagikan air minum setelah istirahat makan dengan cara yang sopan. Sebuah usaha untuk menjual kepuasan kepada penumpangnya, benar-benar diperlakukan seperti raja.

Demikian pula ketika perjalanan kembali dari Jogja yang istimewa, perlakuan seperti raja semakin terasa. Akurasi waktu kedatangan armada bus di agen Sentolo, petugas yang menginformasikan berkala posisi bus sesuai laporan dari agen-agen di pos sebelumnya, membuat saya merasakan bahwa menunggu itu tidak terlalu membosankan. Apalagi dengan harga dan kelas yang lebih tinggi, diperjalanan kembali ke Cikarang ini kualitas pelayanan benar-benar sebanding dengan harga yang ditawarkan. Istirahat kedua dini hari di kelas armada yang satu ini menjadi point plus yang lain. Kepuasan penumpang menikmati perjalanan benar-benar diutamakan.

Bagaimana dengan kondisi armada dan fasilitas yang digunakan? Foot rest, kualitas kursi, selimut, sepertinya sekilas tidak jauh berbeda dengan PO lain. Tetapi untuk kelas lebih tinggi saat perjalanan kembali ke Cikarang, PO ini berhasil menjual kepuasan penumpang dengan interior lega dan fasilitas luxury yang begitu nyaman. Sekali lagi, harga sebanding dengan kepuasan yang ditawarkan.

OK, cukup cerita kali ini. Waktunya sampeyan memeras sendiri intisari catatan perjalanan saya untuk inspirasi di bidang yang lain. Saya tidak ingin membatasi kreatifitas analogi sampeyan untuk menjual kepuasan pelanggan dengan style yang berbeda. Mari berimajinasi, apa yang dapat kita lakukan untuk menjadi "kacung" dengan pelayanan kelas wahid. Ingat bahwa pelanggan adalah stakeholder penting dalam proses delivery kepuasan yang kita jual. Bagaimana analisa psikologi target market untuk menemukan kepuasan seperti apa yang mereka harapkan dari kita sebagai penjual menjadi kunci vital. Bukan hanya dari kualitas dan positioning produk yang harus kita bangun, menjual kepuasan juga bisa menjadi nilai tambah. Mari temukan style kita masing-masing untuk menjual kepuasan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
;